Liturgi Ilahi Gereja Katolik Timur di Hong Kong (foto : ucanews.com)
Tahun
Baru Cina (Imlek) 2564 telah tiba. Tergelitik hati ini untuk mengetahui
bagaimana Gereja Timur (khususnya Gereja-Gereja Katolik Timur) mewartakan Kabar
Baik yaitu Yesus Kristus kepada bangsa-bangsa, khususnya kepada bangsa-bangsa
asing yang merupakan tanah syiar baru.
Pertemuan Gereja dan Budaya Sekitar
Inkulturasi
dapat diartikan sebagai pewartaan Kabar Baik yaitu mewartakan Yesus Kristus
dengan menggunakan elemen-elemen budaya tempat pewartaan (syiar), dimana elemen
yang digunakan adalah elemen yang baik dan yang sesuai dengan nilai-nilai Kristiani
yang diwartakan. Karena segala yang baik, termasuk yang ada di dalam budaya,
berasal dari Allah. Dan ada benih-benih atau bayang-bayang kebenaran, kebaikan dan
keselamatan yang secara misteri diletakkan oleh Allah di dalam budaya-budaya,
yang bertujuan untuk menghantar umat manusia yang memiliki budaya itu kepada
kepenuhan kebenaran dan keselamatan yaitu di dalam diri Tuhan Yesus Kristus
sendiri. Tugas dari Gereja adalah “mengkuduskan” elemen-elemen budaya tersebut,
agar budaya-budaya itu menjadi rahmat bagi umat manusia yang memilikinya,
sehingga mereka dapat sampai dan bertemu dengan Allah sendiri dalam budaya dan
identitas mereka sendiri.
Budaya
dapat juga meliputi nilai-nilai atau cara pandang dan cara hidup yang begitu luas
dianut dan dihidupi di dalam masyarakat tertentu. Tidak terbatas hanya pada
budaya-budaya kesenian dan bahasa etnik atau masyarakat, namun juga pada nilai
etika dan standar moral yang dihidupi masyarakat. Dan termasuk pula religi dan
spiritualitas yang diterima dan berkembang di dalam suatu masyakat sehingga
mewarnai dan mempengaruhi masyarakat tersebut.
Jejak Sejarah Inkulturasi Oleh
Gereja-Gereja Timur
Inkulturasi
bukan merupakan suatu hal yang baru bagi Gereja-Gereja Timur. Akar kisah Inkulturasi
dalam Gereja-Gereja Timur dapat ditemukan asal mulanya pada Kisah Para Rasul 2,
yaitu Peristiwa Pentakosta Roh Kudus Turun Atas Para Rasul. Dikisahkan di sana
bahwa pada hari ke-50 setelah Kebangkitan Yesus Kristus mengalahkan maut, Roh
Kudus turun atas Para Rasul dan murid-murid Tuhan, memberikan kepada mereka
karunia-karunia dan buah-buah Roh Kudus, termasuk di antara nya adalah kuasa
untuk berkata-kata dalam berbagai bahasa. Dikisahkan bahwa pada saat itu juga
orang-orang yang mendengarkan mereka berbicara dalam bahasa mereka
masing-masing, menerima iman kepada Allah, bertobat dan memberikan diri menjadi
pengikut Tuhan. Jumlah orang-orang dari segala macam bangsa yang bertobat saat
itu dikisahkan sebanyak 3000 jiwa. Setelah peristiwa tersebut, Para Rasul dan
murid-murid Tuhan menyebar ke segala penjuru dunia untuk mensyiarkan Kabar
Baik, yaitu mewartakan Yesus Kristus. Demikian pula dengan St Paulus yang juga
terlibat dalam karya syiar kepada bangsa-bangsa. Ia berjumpa dengan Kristus
Yang Bangkit. Dan hal itu mengubah dia dengan luar biasa sehingga di sepanjang
sejarah namanya tercatat sebagai pensyiar yang berkobar-kobar. Tradisi
menceritakan, St Markus melakukan syiar hingga ke tanah Afrika (berpusat di
Alexandria), maka perlahan terbentuklah komunitas dan Gereja di sana. St Thomas
melakukan syiar hingga ke tanah India, maka terbentuklah komunitas dan Gereja
di sana. St Petrus melakukan syiar hingga ke tanah Antiokia dan Roma. St
Andreas melakukan syiar ke wilayah Turki. St Yudas Tadeus melakukan syiar ke
wilayah Mesopotamia (wilayah Irak, Iran) dan Lebanon serta Suriah. St
Bartolomeus dan Filipus ke daerah Armenia. Dan lain sebagainya. Di
masing-masing tempat, pewartaan Kabar Baik bertemu dengan masyarakat sekitar
dan budayanya. Komunitas Kristiani terbentuk, perlahan tumbuh menjadi Gereja,
masing-masing dengan identitas dan budayanya. Maka hingga kini Gereja-Gereja
Kristiani di setiap wilayah itu memiliki keunikan tersendiri. Masing-masing
Gereja Kristiani di setiap wilayah memiliki Tradisi, spiritualitas, cara
pandang, pendekatan teologi yang unik satu dengan yang lain, salah satu
penyebabnya karena mereka masing-masing dipengaruhi oleh budaya nya dalam
mengerti Iman. Dan masing-masing Gereja di wilayah tersebut menggunakan bahasa
setempat. Perlahan-lahan masing-masing Gereja tersebut memiliki setidaknya 2
bahasa dalam Liturgi dan ibadah-ibadahnya, 1 bahasa suci dan 1 bahasa setempat. Keduanya digunakan
dalam Liturgi resmi mereka.
Beberapa
ratus tahun kemudian, Gereja di Turki (Bisantium) mengirimkan misionaris yaitu
St Sirilus dan Metodius untuk mensyiarkan Kabar Baik kepada bangsa-bangsa
Slavik (Eropa Timur, meliputi Ukraina, Romania, Bulgaria, Rusia, dll). Berkat
karya mereka lah, bangsa Slavik memiliki tulisan Sirilik yang diberikan oleh St
Sirilus dan Metodius untuk menterjemahkan Kitab Suci dan tulisan-tulisan suci
Kristiani ke bahasa dan tulisan yang dapat dimengerti oleh bangsa Slavik.
Pengaruh syiar Kristiani begitu kuatnya kepada kehidupan bangsa-bangsa Slavik,
sehingga sampai saat ini sangat sulit memisahkan budaya dan warna ini dari
hidup mereka. Kekristenan menjadi warna dan budaya mereka. Lebih jauh lagi,
pertemuan budaya masing-masing bangsa Slavik dengan syiar Kristiani melahirkan
budaya yang unik oleh masing-masing bangsa Slavik tersebut yang sedikit
membedakan antar satu dengan yang lainnya. (Ukraina memiliki ciri khasnya
sendiri. Romania memiliki ciri khasnya sendiri. Rusia memiliki ciri khasnya
sendiri. Dan seterusnya.)
Dan
kini, dapat dilihat betapa masing-masing Gereja Timur di berbagai wilayah
memiliki ciri khasnya sendiri sebagai hasil dari inkulturasi yang berproses
sangat lama. Dalam Gereja-Gereja Katolik Timur (yaitu Gereja-Gereja Timur yang
bersatu dengan Gereja Katolik Roma dalam Gereja Katolik sedunia), bisa dilihat
sebagai contoh : Gereja Katolik Melkit yang kental dengan budaya Timur Tengah
nya; Gereja Katolik Yunani Ukraina dengan budaya Kiev Slavik nya; Gereja
Katolik Koptik dengan budaya Mesir kuno nya; Gereja Katolik Armenia dengan
budaya Armenia kuno nya; Gereja Katolik Malankara dan Gereja Katolik Malabar
dengan budaya Siria India nya; Gereja Katolik Rusia dengan budaya Rusia nya; dan
lain sebagainya. Itu semua adalah hasil dari Inkulturasi pewartaan (syiar)
Kabar Baik dengan budaya setempat. Tentu semua ini tidak instan, melainkan
berproses sangat lama, bahkan ratusan dan ribuan tahun untuk dapat mendarah
daging.
Inkulturasi Dalam Pandangan Gereja
Timur
Inkulturasi
telah dihidupi oleh Gereja-Gereja Timur sejak awal. Budaya setempat sangat
berharga dalam pandangan Gereja-Gereja Timur. Karena Gereja memiliki tugas
amanah mewartakan Kabar Baik kepada segala bangsa. Dan karenanya Gereja harus
terjun bertemu dengan masyarakat dan budayanya, tinggal di tengah-tengah budaya
tersebut, dan mau tidak mau Gereja harus mencari cara agar Kabar Baik yang
diwartakannya itu dapat sampai dan diterima dengan baik oleh masyarakat tersebut.
Pewartaan yang kontekstual menjadi hal yang harus dijalani Gereja dalam karya
penyelamatan dunia. St Yohanes Krisostomus pernah mengatakan, “Liturgi
diberikan untuk manusia”. Kekristenan yang diwujudkan dalam Liturgi haruslah
merupakan suatu yang memang bisa digunakan manusia sebagai ekspresi dan
perwujudkan cintanya kepada Allah. Liturgi yang berasal dari jati diri manusia
itu sendiri, menyatu dengan dirinya. Menjadi Kristiani sama sekali bukan
berarti harus menghilangkan jati diri manusia itu sendiri, apalagi memeluk
budaya lain dan mengesampingkan budaya yang diberikan oleh Allah kepada bangsa
tersebut. Tuhan Yesus Kristus lahir dan hidup dalam budaya dan cara hidup
masyarakat Yahudi yang saat itu bermata pencaharian bercocok tanam dan ada pula
yang hidup sebagai nelayan, maka Tuhan Yesus Kristus menyampaikan Sabda-Nya
dengan menggunakan perumpamaan seputar bercocok tanam (kebun, ladang, benih)
dan nelayan (pasau, menangkap ikan). St Paulus mensyiarkan Kabar Baik kepada
bangsa-bangsa yang biasanya hidup di daerah perkotaan, maka dalam
surat-suratnya ia akan menggunakan istilah-istilah yang dapat dimengerti
masyarakat perkotaan (perlombaan karena pada saat itu masyarakat perkotaan pada
umumnya menyukai pertunjukan dan perlombaan olahraga). Maka Gereja pun
melakukan hal yang sama, yaitu pewartaan yang kontekstual, yaitu dengan
Inkulturasi.
Namun,
Inkulturasi yang seperti apakah? Apakah Inkulturasi yang mengkompromikan
nilai-nilai iman Kristiani dan menelan bulat-bulat semua elemen apapun itu yang
ada di dalam budaya manusia? Apakah Inkulturasi yang instan, dipaksakan,
sehingga terkesan “aneh” atau malah membingungkan? Tidak semua itu. Inkulturasi
adalah proses yang hati-hati dan cermat.
Proses
Inkulturasi
yang dilakukan biasanya adalah merupakan hasil proses yang panjang dan lama.
Bukan instan. Ketika iman Kristiani itu bertemu dengan manusia dan budaya atau
nilai-nilai yang dianutnya, maka itu merupakan momen perjumpaan Kristus dengan
manusia. Perjumpaan dengan Kristus dan iman Kristiani itu akan mengubah dan
menyelamatkan manusia yang ditemuinya. Maka ada proses menegur, koreksi, dan seleksi
di sana.
Elemen-elemen
budaya dan nilai-nilai yang baik ketika berjumpa dengan Kristus dan iman
Kristiani, maka Kristus dan iman Kristiani akan “mengkuduskan”nya dan
memuliakannya sehingga tujuan esensi dari adanya budaya dan nilai tersebut
tercapai, yaitu menghantar manusia kepada kepenuhan keselamatan dalam Kristus. Elemen-elemen
budaya dan nilai-nilai yang baik akan diberi makna Kristiani, yang membuat
mereka mengerti makna sejati adanya mereka, yang dengannya mereka semakin
disempurnakan dan dimuliakan. Sebaliknya, ketika elemen budaya dan nilai yang
tidak sesuai dengan iman Kristiani lah yang berjumpa dengan Kristus dan iman
Kristiani, maka pilihannya hanya 1 : ditinggalkan. Karena Kristus dan iman
Kristiani jauh lebih berharga daripada hal-hal yang tidak baik tersebut. Proses
seleksi ini lah yang menyebabkan waktu yang diperlukan untuk Inkulturasi dalam
Gereja-Gereja Timur biasanya berlangsung lama. Maka di satu sisi, iman
Kristiani tetap terjaga tidak dikompromikan. Dan di sisi lain, elemen budaya
dan nilai yang tidak sesuai dengan iman Kristiani tidak dipaksakan “mencemari”
atau mengaburkan iman Kristiani itu sendiri.
Pada
saat iman Kristiani bertemu dengan kebiasaan lama bangsa Rus menyembah pohon
dan batu, maka iman itu akan menegur dan mengkoreksi kebiasaan tersebut.
Hasilnya adalah bangsa Rus meninggalkan kebiasaan lama tersebut. Demikian pula
sebaliknya, ada pula kebiasaan-kebiasaan baik yang terus dipertahankan karena
nilainya yang baik, dan tidak mengaburkan nilai iman Kristiani. Menghargai
budaya setempat sama sekali tidak berarti mengkompromikan iman Kristiani.
Inkulturasi yang sehat adalah inkulturasi yang menghargai iman Kristiani dan
tidak mengkompromikannya. Inkulturasi yang sehat bukanlah Inkulturasi yang menelan
bulat-bulat segala jenis elemen budaya yang ada. Sehingga Inkulturasi bukanlah
dimaksudkan untuk dilakukan dengan cara yang memaksakan dan akhirnya menjadi terkesan
aneh (karena dipaksakan).
Demikian
pula proses koreksi dan dalam Inkulturasi kristiani terjadi pula saat bertemu
dengan nilai-nilai modern yang tidak sesuai dengan iman Kristiani, seperti
misalnya : budaya materialisme, hedonism, egoisme, cinta kematian (aborsi dan
peperangan), serta lain sebagainya. Maka terhadap budaya itu tidak ada kata
lain selain bahwa iman Kristiani akan mengkoreksi nilai-nilai tersebut dan
menolaknya. Sebaliknya terhadap nilai-nilai modern yang baik seperti misalnya
penggunaan media komunikasi dan teknologi, kerjasama antar bangsa yang semakin
tipis batasnya, dan lain sebagainya maka iman Kristiani ketika bertemu dengan
nilai-nilai itu haruslah “mengkuduskan”nya, menggunakannya untuk kemuliaan
Allah sehingga memberi nilai lebih dan luhur bagi nilai itu, menyempurnakannya.
Cara
Penggunaan
budaya yang tidak sesuai dengan iman Kristiani malahan hanya akan menimbulkan
kebingungan. Kalau alasan penggunaan budaya yang tidak sesuai tersebut adalah
“hanya sebagai cara atau sarana”, tujuannya agar cepat bisa diterima
masyarakat, itupun tidak bisa dibenarkan, karena bagaimanapun “tujuan tidak
membenarkan cara”. Tujuan yang baik, haruslah dilakukan dengan cara yang baik
pula.
Inkulturasi
dilakukan dengan sangat hati-hati. Yang paling mudah dan telah lama dilakukan
adalah penggunaan bahasa setempat dalam Liturgi. Namun hal-hal lainnya tetaplah
dilakukan dengan hati-hati dan memerlukan proses dialog yang lama. Sebagai
contoh, tidak serta merta menggantikan puji-pujian yang digunakan dalam Liturgi
dengan lagu-lagu lain hanya agar dapat diterima masyarakat. Contoh lainnya
adalah tidak serta merta figur-figur dalam ikon-ikon kudus dibuat mengikuti
wujud budaya setempat. Karena ada aturan-aturan yang hati-hati dalam melakukan
Inkulturasi. Tujuannya adalah agar tidak mengaburkan, tidak membingungkan,
stabil dan berkelanjutan.
Tempat
Gereja-Gereja
Timur, khususnya Ritus Bisantin, telah lama menekankan perlunya penggunaan
bahasa setempat dalam Liturgi. Karena bahasa adalah sarana komunikasi yang
paling mudah untuk menyampaikan pesan. Maka hal inilah yang dilakukan. Oleh
karena itu, sebagai contoh, di Timur Tengah pada awalnya Gereja-Gereja Timur
menggunakan bahasa Yunani, Siria dan Aram karena memang itulah bahasa-bahasa
yang umum digunakan. Namun pada saat bahasa Arab umum digunakan, maka bahasa
itu lah yang digunakan. Demikian pula, ketika umat berpindah ke negara baru
misalkan negara berbahasa Inggris, sejak lama Gereja-Gereja Timur menggunakan
bahasa setempat yaitu Inggris dalam Liturgi nya. Karena memang demikianlah
kebiasaan yang telah lama ada di Gereja-Gereja Timur.
Demikian
pula Inkulturasi haruslah memperhatikan etos (norma-norma) Liturgi. Karena
Liturgi adalah Ibadah yang memiliki aturan. Sangat tidak dianjurkan melakukan
Inkulturasi, khususnya di dalam Liturgi, yang merusak etos (norma-norma)
Liturgi, sehingga terkesan bereksperimen dengan Liturgi atau pun terkesan
bermain-main tidak serius dengan Liturgi.
Penerapan
Inkulturasi di daerah perkotaan yang mana masyarakatnya plural dan sudah tidak
begitu memperhatikan budaya tradisional tentu berbeda dengan penerapan
Inkulturasi di daerah pedesaan yang masyarakatnya masih menerapkan
budaya-budaya tradisional etnik.
Waktu
Arti
kata “Waktu” di sini berkaitan dengan sirkulasi perayaan-perayaan Liturgis
dalam kehidupan Gereja. Pada saat ini, dalam dunia kekristenan, 2 perayaan
utama Kristiani, yaitu Paskah dan Natal biasanya jatuh pada 2 tanggal yang
berbeda. Hari Raya Paskah sering kali dirayakan oleh 2 kelompok Kristiani pada
2 tanggal yang berbeda (tergantung penanggalan yang digunakan yaitu Gregorian
atau Julian). Begitu pula Hari Raya Natal, dirayakan oleh pengguna kalender
Gregorian (Katolik Romawi) pada tanggal 25 Desember, dan dirayakan oleh
pengguna kalender Julian (misalnya Ortodoks Timur Kalsedonia dan Ortodoks
Oriental Non Kalsedonia) pada tanggal 6 Januari. (Catatan : Gereja-Gereja Timur
secara umum ada 2 jenis, yaitu Gereja-Gereja Timur yang bersatu dalam
perhimpunan Gereja Katolik sedunia disebut juga dengan sebutan “Gereja-Gereja
Katolik Timur”, dan Gereja-Gereja Timur uang tidak bersatu dalam perhimpunan
Gereja Katolik sedunia disebut juga dengan sebutan “Gereja-Gereja Ortodoks”.
Gereja-Gereja Katolik Timur dan Gereja-Gereja Ortodoks memiliki Tradisi, tata
cara, pendekatan teologi yang kurang lebih sama.) Gereja-Gereja Katolik Timur
biasanya menyesuaikan penanggalannya dengan kelompok mayoritas yang ada di
suatu wilayah sebagai wujud Inkulturasi, yang bertujuan agar hari-hari raya
Kristiani dapat dirayakan bersama sebagai satu kesatuan. Maka Gereja-Gereja
Katolik Timur adalah penting bagi upaya persatuan umat Kristiani, yaitu sebagai
jembatan dunia Gereja Barat Katolik dan dunia Gereja-Gereja Timur Ortodoks yang
terputus sejak Skisma Besar.
Liturgi Ilahi Gereja Katolik Timur di Hong Kong, bekerja sama dengan Gereja Katolik Romawi
(foto : sundayex.catholic.org.hk)
Inkulturasi Gereja-Gereja Katolik
Timur di Dunia Modern
Sejarah
Gereja-Gereja Katolik Timur dipenuhi dengan warna merah karena begitu banyaknya
putra-putrinya yang menjadi martirr di sepanjang sejarah. Di daerah-daerah di
mana Gereja-Gereja Katolik Timur telah ada sejak sangat lama (Eropa Timur,
Timur Tengah, India, Afrika), Gereja-Gereja Katolik Timur telah sejak lama
bahkan hingga saat masih mengalami penindasan, halangan dan tekanan. Namun
meski demikian, janji Yesus Kristus bahwa Gereja yang Ia dirikan tidak akan
binasa sungguh benar. Sampai detik ini, meskipun besar derita yang ditanggung
Gereja-Gereja Katolik Timur, Gereja tidak musnah. Penekanan membuat umat
tersebar ke daerah-daerah baru dan karenanya malahan membuat Gereja tersebar
dan keuskupan-keuskupan baru didirikan.
Hal
ini menimbulkan pula suatu tantangan baru mengenai bagaimana Gereja-Gereja Katolik
Timur mensyiarkan iman Kristiani di tanah-tanah yang baru. Mereka berhadapan
dengan budaya baru dan nilai-nilai baru. Sebagai contoh : bagaimana Gereja
Katolik Yunani Ukraina mensyiarkan iman Kristiani di tanah Amerika Utara yang
begitu lain sama sekali, atau di tanah Amerika Selatan yang mana Katolik Romawi
telah mewarnai budaya sekitar dengan begitu kental. Bagaimana Gereja Katolik
Melkit mensyiarkan iman Kristiani di tanah Argentina. Ini merupakan suatu
tantangan baru. Dan proses inkulturasi ini tidak bisa cepat. Inkulturasi
merupakan jalinan dialog, saling bertukar interaksi dan pemahaman, koreksi dan
seleksi, yang memerlukan waktu lama. Tidak dipaksa-paksakan dan tidak instan.
Terlebih lagi, bagaimana Gereja-Gereja Katolik Timur dapat melakukannya di
tanah Asia?
Suatu
contoh usaha Gereja Katolik Timur melakukan Inkulturasi di tanah Asia bisa
ditemukan pada sekitar bulan Oktober 2011. Ketika saat itu, Gereja Katolik
Yunani Ukraina bekerja sama dengan Keuskupan Gereja Katolik Romawi melaksanakan
Liturgi Ilahi perdana di Hong Kong (catatan : Liturgi Ilahi adalah sebutan yang
digunakan Katolik Timur khususnya Ritus Bisantin terhadap Misa Kudus. Atau pada
Ritus selain Bisantin ada pula yang menyebutnya dengan sebutan Liturgi
Kurban.). Saat itu, Liturgi Ilahi dilaksanakan di sebuah paroki Katolik Romawi.
Cukup menarik melihat bahwa ornamen-ornamen yang digunakan sangat lekat dengan
nuansa oriental (Cina) dengan warna merah dimana-mana. Sangat Bisantin,
sekaligus sangat oriental (Cina). Selain itu, pada tahun 2012, Gereja Katolik
Yunani Ukraina kembali melaksanakan Liturgi Ilahi di Filipina bekerja sama
dengan sebuah seminari Katolik Romawi dan Ordo Dominikan St Dominikus (OP).
Dikisahkan bahwa umat menyanyikan pujian Trisagion “Allah Maha Kudus, Sang
Kuasa Maha Kudus, Sang Baka Maha Kudus, Kasihanilah kami….” Dalam bahasa
Tagalog. Liturgi Ilahi itu dipersembahkan pula untuk menghormati seorang kudus
Filipina yang baru saja dikanonisasi. Sangat Bisantin, sekaligus sangat Filipina.
Indonesia : Beberapa Ikon telah ada yang disesuaikan dengan gaya batik Jawa
tanpa membuat ikon tersebut terlalu jauh berubah sehingga tidak dikenali lagi
sebagai sebuah ikon.
Gereja-Gereja
Katolik Timur dan Inkulturasi, 2 hal yang telah ada dan saling menghidupi satu
dengan yang lain sejak lama, namun sekaligus selalu menemukan hal-hal dan
tantangan baru. Dan hal yang menarik untuk melihat bagaimana hal ini akan
dilakukan di daerah-daerah baru tempat Gereja-Gereja Katolik Timur tiba untuk
mensyiarkan Kabar Baik.
Segenap
pengurus Evangelismos Katolik Timur mengucapkan :
Gong
Xi Fa Cai
Selamat
Tahun Baru Imlek 2564
Bagi
saudara yang merayakannya
(
Penulis : DCS Evangelismos Katolik Timur. Referensi : http://sundayex.catholic.org.hk/node/165;
http://www.ucanews.com/news/byzantine-liturgy-in-chinese-a-success/32108; http://bizantinokatoliko.blogspot.com/;
dan sumber-sumber Katolik Timur. )
Wah artikel yang lengkap dan bagus nih seputar inkulturasi =)
BalasHapus