Tulisan
ini diterjemahkan dari laporan Simon Caldwell yang diliput diberbagai media di
Internet dan media cetak. Seorang wanita Kristiani Irak, Khiria Al-Kas Isaac (Khiria Al-Kas Isak), telah memberikan kesaksian
tentang bagaimana ia berhadapan dengan
kelompok teroris Negara Islam (Daulah Islamiyah/Islamic
State/ISIS/ISIL) yang menaruh golok ke lehernya
dan mengancamnya masuk Islam atau kehilangan kepalanya.
Dengan golok
di lehernya, dia
menjawab bahwa dia lebih baik mati daripada meninggalkan iman Kristiani-nya.
Yang dilakukan teroris itu selanjutnya bukan memenggal kepala Khiria Al-Kas Isaac, para teroris itu - banyak di
antaranya digambarkan Khiria sebagai orang-orang
asing non Irak dengan jenggot panjang - merampas semua harta miliknya sebelum akhirnya
mengusirnya keluar dari kota Qaraqosh salah satu kota
Kristiani di Irak.
Wanita berumur
54 tahun ini adalah salah satu dari sejumlah besar pengungsi Kristiani
yang berhasil lolos menyelamatkan jiwa mereka, tersebar melintasi perbatasan ke wilayah orang-orang Kurdi. Jumlah mereka semakin
meningkat. Banyak dari mereka menceritakan bagaimana mereka
menolak meninggalkan iman Kristiani bahkan di bawah paksaan dan ancaman
kematian.
Sambil menangis ia menceritakan penderitaan yang dialaminya. Ia
menceritakan bahwa ia dan suaminya, Mufeed Wadee’
Tobiya (Mufid Wadi Tobia), terbangun di suatu pagi tanggal 7 Agustus 2014
mendapati bahwa Qaraqosh kota Kristiani terbesar di dataran Niniwe, telah dikuasai oleh kaum
militan ISIS.
Dia diberitahu berulang kali oleh kaum militan ISIS, "yang berbicara dalam berbagai bahasa-bahasa non-Irak",
sejak hari pertama mereka menguasai Qaraqosh, bahwa jika dia tidak masuk Islam dia akan dipenggal.
Ketika dia menolak, dia dan 46 perempuan lainnya yang juga menolak
tuntutan tersebut, dipisahkan dari keluarga mereka dan dicambuk serta dipukuli selama 10 hari dalam upaya untuk membuat mereka meninggalkan iman Kristiani mereka.
"Dengan
segera Saya menjawab para
teroris, bahwa
saya lahir sebagai umat Kristiani dan jika itu membuat saya mati, maka saya memilih untuk mati sebagai seorang Kristiani." Mengutip dari Injil Matius 10:33, dia
berkata: "Yesus bersabda: Siapapun yang menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga ".
Khiria menyampaikan bahwa kaum perempuan sering dikumpulkan berkelompok untuk dicambuki bersama-sama, agar mereka dapat saling menyaksikan kekejaman
yang mereka derita satu sama lain.
Dia menyaksikan bahwa tidak ada seorang pun dari perempuan-perempuan itu yang menyerah melepaskan iman mereka, di bawah cambukan
dan kekejaman lainnya
yang mereka derita. "Kita semua memang menangis saat itu karena siksaan, tetapi
kami menolak
untuk murtad," kata Khiria.
Dia menambahkan bahwa ketika seorang militan ISIS mencambuki punggungnya dan mengancam Khiria
bahwa akan "menyakiti
Khiria lebih" kecuali ia menjadi seorang
Muslim, ia menjawab: "Saya wanita tua dan sakit. Saya tidak punya anak gadis atau pun anak yang dapat menambah jumlah Muslim atau pun menjadi pengikut
Anda, apa manfaatnya jika saya murtad?"
Pada hari ke-10 semua perempuan dikumpulkan lagi dan Khiria
dipanggil oleh teroris
ISIS.
Khiria berkata: "Dia menaruh golok di leher saya di depan semua wanita
dan berkata kepada saya: 'Keluar dari agama Kristini atau kamu akan dibunuh'".
Khiria menjawab: "Saya
bahagia kalau memang harus menjadi martir."
Akhirnya para teroris itu menyerah, dan merampas semua harta kepunyaan Khiria, termasuk uang yang telah dikumpulkannya sejak lama untuk operasi ginjal. Lalu menggiringnya ke dekat wilayah Kurdi di mana dia dilepaskan pada tanggal 4 September
bersama dengan suami dan dua perempuan lainnya.
Hari berikutnya sekelompok
tawanan yang terdiri atas 14 pria dan wanita juga diusir dari Qaraqosh. Tidak
diketahui apa yang terjadi pada orang-orang
Kristiani lainnya yang masih
ditawan di sana.
Sahar Mansour, seorang pengungsi dari
Mosul yang mewawancarai Khiria di kompleks pengungsian Ankawa dekat
Irbil, menceritakan bahwa kini Khiria mengalami sulit tidur karena
mimpi buruk yang diakibatkan pengalamannya.
"Setiap kali saya tidur, saya bermimpi buruk. Mimpi yang mengerikan. Saya melihat golok yang mereka letakkan
di leher saya dan saya terbangun karena takut," kata Khiria.
Sebelum Khiria dilepaskan, beberapa minggu sebelumnya militan
ISIS mengusir 11 orang dari kota Karamles yang terdiri atas orang-orang
Kristiani yang sakit, cacat, orang-orang tua, dan seorang berumur 80 tahun yang
menderita kanker payudara. Dan itu setelah mereka bertahan dari ancaman militant
ISIS untuk murtad dari iman Kristiani.
Seorang wanita berumur
60 tahun dan suaminya juga
tiba di sebuah kompleks
pengungsi di Sulaymaniyah setelah
militan ISIS mengusirnya
keluar dari Bartila setelah dia juga menolak untuk murtad.
Kekejaman yang dialami wanita ini oleh kaum ekstrimis yang
mengancam akan memenggal kepalanya jika menolak murtad, membuat trauma yang
mendalam bagi suaminya, sehingga sang suami tidak mampu berbicara sepatah kata pun semenjak kejadian yang menimpanya pada tanggal 16 Agustus itu.
Sembilan orang
laki-laki Kristiani
yang ditangkap oleh militan
ISIS saat kelompok itu merebut dan
menguasai desa Batnaya juga dilepaskan di dekat wilayah Kurdi setelah enam
hari kelompok militan itu gagal memaksa mereka untuk melepaskan iman Kristiani mereka.
Menurut Sahar Mansour, di antara para pengungsi, tidak terdapat laporan perihal di antara mereka yang murtad dari iman Kristiani.
Menurut Sahar Mansour, di antara para pengungsi, tidak terdapat laporan perihal di antara mereka yang murtad dari iman Kristiani.
Tindakan ISIS dinyatakan oleh kelompok-kelompok internasional seperti Amnesti Internasional sebagai "pembersihan kelompok
agama",
atau bahkan genosida.
Sementara sebagian besar orang Kristiani telah dipaksa oleh ISIS meninggalkan rumah mereka, yang lain telah dijadikan budak. Penculikan terjadi, termasuk perebutan seorang gadis tiga tahun, Christian Abada, dari kedua orang tuanya yang Kristiani di Qaraqosh.
Sementara sebagian besar orang Kristiani telah dipaksa oleh ISIS meninggalkan rumah mereka, yang lain telah dijadikan budak. Penculikan terjadi, termasuk perebutan seorang gadis tiga tahun, Christian Abada, dari kedua orang tuanya yang Kristiani di Qaraqosh.
Aida Hanna (ibunda
dari Christian Abada) sepekan sebelum Khiria
menceritakan kesaksiannya, menceritakan bagaimana militan merebut putrinya dari mereka, saat mereka berada di bis dan kemudian mengarahkan senapan ke wajahnya saat ia meminta mereka untuk melepaskan balita itu.
Patung
Maria menangis baru-baru ini di gereja Katolik Khaldea St Yoseph di Irbil Irak
+ + +
+ + + +
By Simon Caldwell - An Iraqi Christian woman has
described how she defied Islamic State terrorists who put a sword to her throat
and told her to either convert to Islam or lose her head.
With the blade at her neck, she replied that she would
rather die than give up her Christian faith.
But instead of decapitating Khiria Al-Kas Isaac, the
Islamists – many of whom she described as foreigners with long beards – robbed
her of all her possessions before eventually driving her from the Christian
town of Qaraqosh.
The 54-year-old woman is one of a rising number of
Christian refugees to straggle over the border to Kurdish-controlled territory
with tales of how they narrowly escaped with their lives after the refused to
convert to Islam.
Weeping as she recounted her ordeal, Khiria said she
and husband Mufeed Wadee’ Tobiya, awoke on the morning of August 7 to find that
Qaraqosh, the largest Christian town on the Nineveh plain, had been over-run by
IS fighters.
She was told repeatedly by the militants, “who spoke
different languages”, from the first day that if she did not convert to Islam
she would be decapitated.
When she refused, she and 46 women, who had also rejected
such demands, were separated from their families and whipped and beaten over a
10-day period in an attempt to make them abandon their Christian faith.
“I answered
(the terrorists) immediately, I was born Christian and if that leads me to
death, I prefer to die a Christian.”
Quoting from the Gospel of St Matthew (10:33), she
said: “Jesus said: ‘Whoever denies me before men, I will also deny him before
my Father who is in heaven’.”
Khiria said that the women were often assembled as a
group to be whipped so that they could witness how each other was suffering
grievously.
She said that none of the women capitulated under the
scourging and other cruelties inflicted upon them.
“All of us were crying but refused to convert,” Khiria
said.
She added that when an IS terrorist who was flogging
her across her back told her he would “hurt you more” unless she became a
Muslim, she answered him: “I am old lady, sick, I have not got any daughter or
son that may increase the number of Muslims or follow you, what the benefit if
I will convert?”
On the 10th day all of the women were
assembled together again and Khiria was called out by an IS terrorist.
She said: “He put the sword on my neck in front of all
the ladies and said to me: ‘Convert or you will be killed.’”
Khiria answered: “I am happy to be a martyr.”
At that point the terrorists relented, and robbed her
of all possessions, including money she had saved for a kidney operation, and
drove close to Kurdish territory where she was released on September 4 along with
her husband and two other women.
The following day a mixed group of 14 men and women
were also expelled from Qaraqosh. It is not known what has happened to the
remaining Christians.
Sahar Mansour, a refugee from Mosul who interviewed
Khiria in Ankawa refugee camp near Irbil, said the woman is now unable to sleep
because she suffers severe nightmares because of her experience.
“Every time I put my head on the pillow, I have
nightmare and horrible dreams and see the sword when they put it on my neck and
I wake up frightened,” Khiria said. “I want to sleep, I am craving sleep.”
Her escape comes just weeks after Islamists expelled
11 sick, disabled and elderly Christians – including an 80-year-old with breast
cancer – from the town of Karamless after they defied their demands to convert.
A 60-year-old woman and her husband also arrived at a
refugee camp at Sulaymaniyah after IS militants drove her from Bartila after
she too refused to convert.
Her defiance of extremists who threatened to cut off
her head has so traumatised her husband that has not spoken a word since the
ordeal on August 16.
Nine Christian men seized by IS during the capture of
the village of Batnaya were also set free close to Kurdish territory after
militants spent six days forcibly trying to convert them to Islam.
The actions of IS underline however claims by groups
such as Amnesty International of “religious cleansing”, or even genocide.
While most of the Christians have been forced by IS to
flee their homes for refugee camps in the Kurdistan region of Iraq, others have
been enslaved.
Abductions include the seizure of a three-year-old
girl, Christian Abada, from a Christian couple in Qaraqosh.
Ayda Hanna described last week how the militants
snatched her daughter from her side as they sat on a bus and then shoved
machine guns in her face as she begged them to let her toddler go.
(
Ditulis oleh : Simon Caldwell. Diterjemahkan oleh : DCS Evangelismos Katolik
Timur. Referensi : http://www.dioceseofshrewsbury.org/; http://www.catholicherald.co.uk/;
http://www.catholic.org/; Majalah The Catholic Herald NO 6676, 12 Sept 2014. Sumber
gambar : “Khiria Al-Kas Isaac“ oleh Sahar Mansour; “Patung Maria Menangis”
dari Internet. Gambar digunakan untuk keperluan syiar dan non komersial. Kami
mengucapkan terima kasih kepada pemilik hak cipta dan hak guna.)
Artikel
Terkait :
Gelombang Solidaritas Kristiani Dan Minoritas IrakSurat Seruan Dari Patriark Gereja Katolik Khaldea Irak
Membantu Umat Kristiani Irak Melalui CNEWA
Doa Bagi Mereka Yang Menderita Karena Kristus
kembali ke halaman utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar