Salah satu gelar pujian yang diberikan oleh
Gereja (Timur dan Barat) kepada Maria Sang Theotokos Tersuci adalah “Tabernakel
Yang Hidup”. Gelar ini berusia sangat tua. St Hipolitus dari Roma yang hidup
pada tahun 170 – 235 (diperingati oleh Gereja Katolik Timur pada 30 Januari;
dan oleh Gereja Katolik Roma pada 13 Agustus) menyebut Maria dalam tulisannya
sebagai “Tabernakel yang tak lapuk dan rusak”. Dan Pujian Himne kepada
Theotokos pada Hari Raya Kabar Baik dalam Gereja Timur Ritus Bisantin
mengatakan : “Terimalah kesukaan besar ya seluruh bumi, dan pujilah kemuliaan
Allah ya seluruh surga. Sang Theotokos, Tabernakel Allah yang hidup, untuk
selamanya tidak akan tersentuh oleh tangan yang kotor. Maka bibir semua orang
percaya akan bernyanyi kepadanya tak kunjung henti dengan suara para malaekat,
berseru dengan sukacita, “Salam, ya yang penuh rahmat. Tuhan serta-mu.””
Kitab Keluaran 26 menyampaikan bahwa pada
saat bangsa Israel keluar dari tanah Mesir menuju ke tanah terjanji, lebih
tepatnya adalah ketika mereka berada di Padang Gurun Sinai, Allah memerintahkan
kepada mereka untuk membuat Tabernakel, yaitu Kemah Suci (bahasa ibrani : Mishkan,
tempat tinggal) tempat Allah dan Nama-Nya yang kudus berdiam di tengah umat
Israel. Bahasa Yunani mengungkapkannya dengan kosakata “skenoo” atau
“eskenosen”, yang artinya adalah “bertempat tinggal”, “menetap”, “mendiami”. Dan
dikisahkan bahwa kemuliaan Allah memenuhi Tabernakel tersebut, yaitu memenuhi
bagian dalam Tabernakel tersebut, sekaligus pula bagian luarnya. Tabernakel
tersebut menjadi titik pertemuan antara Allah dan bumi, antara yang Ilahi dan
umat-Nya.
Para Bapa Gereja melihat “Tabernakel” yang
disampaikan dalam Kitab Keluaran merupakan analogi bayang-bayang masa depan
akan pribadi “Maria” Bunda Kristus. Yaitu sebagaimana Allah Yang MahaKuasa
berkehendak untuk tinggal di antara umat Israel di Padang Gurun dengan berdiam
pada Tabernakel (bahasa Indonesia menuliskannya dengan sebutan “Kemah Suci”)
yang adalah ciptaan; demikian pula lah Firman Allah Yang MahaKuasa berkehendak
untuk tinggal di antara umat manusia dengan berdiam dalam diri Perawan Maria,
makhluk ciptaan-Nya, selama sembilan bulan. Inilah misteri “Shekinah”, yang
artinya adalah “Allah berdiam” (bahasa ibrani : sakan Yhwh). “Shekinah” dalam
perkembangan berikutnya juga diartikan sebagai “kehadiran Allah”. Kitab
Keluaran 25:8 dalam versi Targum Onkelos mengatakan, “Aku akan membuat
shenikah-Ku menetap tinggal di antara kalian”.
Sebagaimana karena Allah berdiam dalam
Tabernakel / Kemah Suci pada jaman Perjanjian Lama maka kemuliaan Allah pun
memenuhi dan meliputi Tabernakel tersebut, pada bagian dalam dan luarnya;
demikian pula lah “Tabernakel yang hidup”, yaitu Maria, penuh dan diliputi
dengan kemuliaan dan rahmat Allah, karena Allah berkenan diam dan melakukannya.
Dalam gedung-gedung gereja, baik Gereja Timur
(Katolik dan Non Katolik) maupun Gereja Barat, ditemukan pula sebuah peti
Tabernakel (disebut pula dengan istilah “Artophorion”). Di dalamnya,
disimpanlah Yesus Kristus dalam wujud Sakramen Yang Mahakudus. Tabernakel atau
Artophorion ini melambangkan tabernakel pada perjanjian lama, sekaligus melambangkan
Maria. Karena sebagaimana tabernakel Gereja menyimpan Yesus Kristus di
dalamnya, demikian pula lah tabernakel Perjanjian Lama merupakan tempat Allah
berdiam dan hadir. Maria, “Sang Tabernakel Yang Hidup”, mengandung Yesus
Kristus yang adalah Firman Allah yang menjadi manusia. Sama seperti tabernakel
gereja yang menjadi wadah bagi Tubuh dan Darah Kristus dalam rupa roti dan
anggur, demikianlah Maria menjadi wadah bagi Yesus Kristus. Yesus Kristus yang
adalah Firman Allah, ilahi sejak semula bersama dengan Bapa, yang mana melalui
Dia lah diciptakan segala sesuatu yang ada, berkenan mengambil Maria salah satu
ciptaan-Nya sebagai “wadah” tempat Ia berdiam.
Dalam Injil Lukas 1, dikisahkan bahwa Maria,
dalam keadaan mengandung Yesus, pergi mengunjungi Elisabet saudari sepupunya.
Ketika Elisabet mendengar salam dari Maria, segera saja ia dan Yohanes
Pembaptis di dalam kandungannya dikuasai oleh Roh Kudus. Selain itu, terdapat
pula sebuah kisah yang menceritakan bahwa ketika Maria yang tengah mengandung dan
Yosef pergi mengungsi ke tanah Mesir, terjadilah gempa besar melanda wilayah
Mesir. Patung-patung berhala runtuh. Dewa dewi Mesir gemetar karena kedatangan
Sang Raja Para Dewata. Demikianlah kita dapat mengerti betapa hal-hal besar
terjadi dimana Yesus berada.
Untuk lebih mengerti mengenai misteri ini,
marilah kita mempelajari tulisan Bapa kita yang kudus, Beato Yohanes Paulus II
Paus Roma, dalam Surat Apostolik Ecclesia de Eucharistia. Berikut ini adalah
sebagian dari tulisan tersebut :
PADA SEKOLAH MARIA, SANG WANITA EKARISTI
53. Kalau kita ingin menemukan seluruh
kekayaan misteri hubungan Gereja dan Ekaristi, maka hanya Maria <Bunda
Allah> Bunda dan Model Gereja, yang dapat membimbing kita kepada penghayatan
Sakramen Mahakudus. Karena hanya Maria lah yang memiliki relasi yang sangat
mendalam dengan kenyataan misteri tersebut.
Sekilas pada awalnya, Injil berdiam mengenai
subjek ini. Peristiwa penetapan Ekaristi pada malam Kamis Suci tidak
menyebutkan apapun mengenai Maria. Namun kita mengetahui bahwa Maria juga turut
hadir bersama para rasul yang berdoa “dengan sehati” (bdk Kisah Rasul 1:14)
dalam komunitas pertama tersebut yang berkumpul bersama sesaat setelah Kenaikan
Kristus, untuk menantikan Pentakosta. Maria bisa dipastikan juga turut hadir
dalam perayaan-perayaan Ekaristi “Pemecahan roti” (Kisah Rasul 2:42) yang
dilakukan oleh generasi pertama Kristiani.
Hubungan antara Maria dengan Ekaristi terjadi
diawali dengan disposisi batin Maria, selain dengan ikut serta dalam Ekaristi.
Maria adalah seorang Wanita Ekaristi di sepanjang seluruh kehidupannya. Dan
Gereja, yang menjadikan Maria sebagai contoh, juga dipanggil untuk meneladan
Maria di dalam hubungannya dengan misteri yang mahasuci ini.
54. Mysterium
fidei! Iman yang misteri! Jika Ekaristi merupakan suatu misteri iman yang
begitu transenden tak terjangkau oleh akal budi pikiran kita dan tidak dapat
dimengerti melalui kata-kata dalam sabda Tuhan, maka hanya pada Maria kita
dapat dibantu dan dibimbing untuk juga memiliki disposisi batin untuk mengertinya.
Sebagaimana kita mengulang kembali apa yang telah Kristus lakukan pada
Perjamuan Terakhir, demi ketaatan kepada perintah-Nya, “Lakukanlah ini sebagai
kenangan akan Aku!”, kita pun diminta Maria untuk taat kepada-Nya <Yesus
Kristus> tanpa ragu sedikitpun, “Lakukanlah apapun yang diperintahkan-Nya
untuk kamu kerjakan” (Injil Yohanes 2:5). Dengan perhatian keibuan yang sama
dengan yang telah Maria tunjukkan dalam pesta pernikahan di Kana, Maria
seolah-olah juga berkata kepada kita, “Janganlah bimbang. Percayalah saja
kepada perkataan Putera ku. Jika Dia berkuasa mengubah air menjadi anggur, maka
Ia pun berkuasa mengubah roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah-Nya. Dan
melalui misteri ini, Ia mempercayakan kepada mereka yang percaya kepada-Nya :
kenangan yang hidup akan kebangkitan-Nya, yang adalah “roti kehidupan”.
55. Maria telah menghayati iman Ekaristinya
sejak dia mengucapkan Fiat <catatan
penulis : Fiat adalah kesedian untuk taat pada kehendak Allah, ketika Maria
mengucapkan “sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut
perkataan-Mu> menanggapi pewartaan Malaekat. Maria mempersembahkan rahim
perawannya kepada Sabda Allah Yang Menjelma. Dan ia mengandung Putera Allah
dalam kenyataan fisik, yaitu tubuh dan darah-Nya, sehingga dalam arti
tertentu dia mengalami lebih dulu di dalam dirinya apa yang terjadi secara
sacramental dalam diri setiap umat beriman saat menyambut Tubuh dan Darah Tuhan,
dalam rupa roti dan anggur.
Ada kemiripan yang luar biasa dalam antara “Fiat” Maria yang menjawab malaekat dan “Amin” jawaban umat beriman saat
menyambut Tubuh Tuhan. Sebagaimana Maria diminta percaya bahwa Anak yang
dikandungnya dari Roh Kudus adalah Putera Allah, maka kita pun diundang untuk
percaya bahwa Yesus Kristus yang sama, Putera Allah dan Putera Maria, hadir
dalam kepenuhan kemanusiaan dan keilahian-Nya dalam rupa roti dan anggur.
“Berbahagialah dia yang percaya”. (Injil
Lukas 1:45). Dengan percaya kepada misteri penjelmaan, Maria mengantisipasi
iman Gereja akan Ekaristi. Dalam arti tertentu Maria menjadi “Tabernakel”
bagi Putera Allah, saat dia membawa Sang Sabda yang menjadi daging di dalam
rahimnya. Dial ah “Tabernakel Perdana” yang hidup. Putera Allah yang masih
tersembunyi di dalam rahim Perawan Maria memancarkan terang kehadiran-Nya
melalui mata dan suara Maria. Dan Dia <Yesus Kristus> memberikan diri
untuk disembah oleh Elisabeth. Kita pun dipanggil untuk menjadi “Tabernakel
yang hidup” yang membawa Kristus kemana pun kita pergi supaya orang lain dapat
disinari oleh pancaran kasih-Nya. Pandangan Maria tatkala dia merenungkan
wajah bayi Yesus dan mengasuh-Nya dalam ayunan tangannya, adalah model kasih
yang tiada tara yang pantas mengilhami kita setiap kali kita menyambut komuni
Ekaristi.
56-57. Maria berpartisipasi dalam dimensi
kurban Ekaristi sepanjang hidupnya, bukan hanya di Kalvari. Pada saat
Kanak-Kanan Yesus dibawanya ke Bait Allah untuk dipersembahkan kepada Allah,
Simeon menubuatkan tragedy penyaliban Puteranya yang akan menjadi seperti
pedang menusuk jantungnya (Injil Lukas 2:22-35). Hari demi hari, Maria
mempersembahkan Puteranya dan juga dirinya sendiri sebagai persiapan menuju
Kalvari. Maria mengalami suatu “bayang-bayang akan masa depan tentang Ekaristi”
yang dapat dikatakan sebagai “komuni rohani” : suatu kerinduan dan persembahan,
yang akan memuncak dalam kesatuannya dengan Sang Putera dalam sengsara dan
wafat-Nya di salib.
Maria berpartisipasi dalam perjamuan Ekaristi
yang dirayakan oleh para Rasul sesudah Yesus wafat. Tubuh yang dihadirkan,
“Tubuh-Ku yang diserahkan bagimu” adalah tubuh yang sama dengan yang dikandung
di dalam rahimnya. Maka menyambut komuni bagi Maria merupakan saat
memperbaharui pengalamannya ketika menyambut Kristus di dalam rahimnya dan
ketika Kristus mempersembahkan Diri di salib. Maria sungguh mengenangkan Yesus
dalam inti misteri Ekaristi, “Perbuatlah ini sebagai peringatan akan Daku”
(Injil Lukas 22:19).
Bila kita mengenangkan sengsara dan wafat
Kristus, kita juga menghadirkan segala sesuatu yang dilakukan Kristus dalam
relasi dengan Bunda-Nya. Yesus menyerahkan kita masing-masing kepada
Maria, “Inilah anakmu” dan berkata kepada setiap orang dari kita, “Inilah
ibumu!” (Injil Yohanes 19:26-27). Mengenangkan wafat Kristus dalam Ekaristi
berarti juga menyambut Maria sebagai Bunda kita dan memperbaharui komitmen
untuk menjadi serupa dengan Kristus di dalam Gereja, sekolah iman, bersama
Bunda-Nya yang selalu mendampingi kita.
Maria sebagai Bunda Gereja, selalu hadir
bersama Gereja pada setiap perayaan Ekaristi. Sebagaimana Gereja dan
Ekaristi bersatu tak terpisahkan, demikian juga Maria dan Ekaristi. Inilah
salah satu alasan, mengapa sejak awal mula, peringatan akan Maria selalu
menjadi bagian dalam perayaan Ekaristi Gereja Timur dan Gereja Barat.
58. Dalam perayaan Ekaristi, Gereja sungguh
bersatu dengan Kristus dan kurban-Nya dalam semangat Maria.
Kidung Maria Magnificat (Jiwaku
memuliakan Tuhan) adalah kunci untuk memasuki penghayatan Ekaristi. Maria
memuliakan Tuhan “melalui” Yesus, “di dalam” serta “bersama” Yesus, Maria
memuji Tuhan. Magnificat mengungkapkan
spiritualitas Maria. Inilah yang paling agung dari segala spiritualitas yang
membantu kita mengalami Misteri Ekaristi. Ekaristi telah dianugerahkan kepada
kita agar hidup kita pun, seperti Maria, semakin sempurna menjadi Magnificat <pujian dan pengagungan bagi
Allah>.
( Referensi tulisan : Buku Panduan Mata Kuliah
“Tafsir Taurat” oleh Rm Deshi Ramadhani SJ; www.wikipedia.org; Surat Apostolik
Paus Yohanes Paulus II “Ecclesiae de Eucharistia” dari www.vatican.va; “Byzantine Daily Worship”, Most Rev
Joseph Raya, Alleluia Press, USA, 1995. Imprimatur : Archbishop Joseph Raya.
Blessing and Recommendation : Patriarch Maximos V Hakim of Melkite Greek
Catholic Church and Patriarch Athenagoras I of Constantinople of Eastern
Orthodox Church; dan dari berbagai sumber.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar